Selasa, 18 Desember 2018

Budaya Antikorupsi Dibangun Sejak Pendidikan Usia Dini


Disalin dari SINDONEWS.COM JAKARTA - Pemerintah akan membangun budaya antikorupsi sejak pendidikan anak usia dini. Melalui program 'Saya Anak Antikorupsi' pemerintah ingin budaya antikorupsi dipelajari di sekolah.

Inspektur Jenderal Kemendikbud Muchlis Rantoni Luddin mengatakan, Kemendikbud meluncurkan adanya program 'Saya Anak Antikorupsi' (SAAK). Dia mengatakan bahwa program ini untuk mewujudkan budaya antikorupsi pada pelajar. Dia menjelaskan bahwa program ini dimulai sejak pendidikan anak usia dini hingga pendidikan menengah.

“Mudah-mudahan program ini bisa berjalan dengan baik, dan anak-anak beserta seluruh warga sekolah bisa bahu membahu dengan kami untuk memulai berkontribusi membangun budaya anti korupsi,” katanya saaat peluncuran SAAK di Jakarta, Jumat (14/12/2018).

Muchlis menjelaskan, visi program SAAK adalah menanamkan nilai antikorupsi kepada generasi muda dengan sembilan nilai anti korupsi. Yakni pada nilai kesederhanaan, kegigihan, keberanian, kerja sama, kedisiplinan, keadilan, kejujuran, bertanggung jawab, dan kepedulian.

Irjen menjelaskan, misi lainnya ialah untuk menumbuhkembangkan kebiasaan baik sebagai bentuk pendidikan karakter. Dia berharap, jika budaya korupsi bisa tumbuh sejak dini maka generasi muda yang cerdas, berintegritas dan berkarakter pun akan semakin banyak tercipta. "Kami memiliki misi memperkuat ketakwaan generasi muda kepada Tuhan dan kepada tanah air," jelasnya.

Irjen berharap akan semakin banyak agen anti korupsi yang tumbuh melalui program SAAK ini. Sebab mereka diharap akan melakukan sosialisasi pencegahan korupsi di lingkungan satuan pendidikan, membentuk budaya komunitas antikorupsi di lingkungan satuan pendidikan, membentuk komunitas antikorupsi di kelompok peserta didik, dan mendukung gerakan 'Saya Anak Antikorupsi' melalui kegiatan ekstrakurikuler.

Irjen menjelaskan, SAAK ini merupakan bagian dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digaungkan Kemendikbud. “Program ini dimaksudkan untuk membangun budaya antikorupsi. Kemendikbud bersama-sama dengan KPK mulai memasyarakatkan secara massal, terutama dibantu oleh para siswa, guru, dan tenaga kependidikan untuk bersama-sama membangun budaya antikorupsi di satuan pendidikan,” jelas.

Sebagai tanda diluncurkannya program Saya Anak Antikorupsi, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Pandjaitan, didampingi Inspektur Jenderal Kemendikbud, Muchlis Rantoni Luddin, serta pejabat eselon II Inspektorat Jenderal dan Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, menyematkan selendang SAAK kepada perwakilan siswa.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan berharap para siswa dapat menjadi agen antikorupsi di sekolah masing-masing. “Harus dipegang terus dan yang paling utama jadilah agen-agen perubahan dengan mengedepankan antikorupsi", pesan Basaria.

Basaria mengatakan, budaya antikorupsi memang harus dibangun sejak dini sehingga masyarakat nantinya bisa dengan mudah menolak tawaran korupsi. Dia mengatakan, berdasarkan hasil penelitian apabila tidak terjadi korupsi di Indonesia maka sekolah gratis bisa diterapkan diseluruh Indonesia hingga jaminan kesehatan gratis pun dapat terlaksana. Sayangnya, kata dia, korupsi sudah merambah dengan hebat ke seluruh sendi bangsa dan membuat Indonesia sulit berkembang.

Basaria ingin gaung SAAK tidak hanya diawal saja melainkan harus dilakukan secara nyata. Contoh gampang sikap anti korupsi adalah, kata Basaria, mulai belajar dengan baik sehingga tidak mencontek. "Siswa yang karakternya baik adalah siswa yang memiliki nilai anti korupsi di dalam kehidupan," terangnya.
Share:

Kemendikbud Rumuskan Pembelajaran STEAM di Sekolah

Disalin dari SINDONEWS.COM 
Pemerintah masih dalam tahap merumuskan metode pembelajaran STEAM di sekolah. Namun penerapan STEAM tidak akan dipaksakan karena melihat kesiapan sekolah.

Kabid Pembelajaran Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Suprananto mengatakan, Kemendikbud sedang merumuskan ketetapan mengenai STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematic) yang akan diterapkan di sekolah. Menurutnya, ada dua pilihan yang sedang dibahas, yakni apakah pemerintah ingin secara eksplisit kurikulum yang berlaku di sekolah berbasis STEAM atau metode pembelajaran STEAM hanya dilakukan sesuai dengan kemampuan di sekolah masing-masing

"Kemendikbud tidak mau membentuk mata pelajaran STEAM tersendiri, tetapi lebih pada mengemas semua pembelajaran melalui pendekatan STEAM," ujar Suprananto seusai acara Indonesia STEAM Week di Kantor Kemendikbud, Jumat (14/12/2018). 

Dia menuturkan, sebetulnya pembelajaran STEAM sudah berjalan di sekolah semisal di DKI Jakarta. Mereka memang tidak eksplisit menyebut STEAM di pembelajaran. Misalnya pembelajaran yang mengaitkan matematika, biologi, dan ekonomi. 

Namun dia mengaku belum banyak sekolah yang menerapkan. Dia menekankan, jika Kurikulum 2013 dijalankan dengan baik, sejatinya hal itu sudah sesuai dengan konsep pembelajaran STEAM. Dia menjelaskan, karakteristik STEAM ini sebetulnya untuk mencapai kompetensi pembelajaran lintas mata pelajaran. 

Namun kompetensi lintas mapel ini hanya bisa terjadi dijenjang SD karena mapelnya tematik. Kasi Kurikulum Kanwil Kemenag DKI Jakarta Arief Maulana menyampaikan bahwa Kemenag juga menunggu kebijakan dari Kemendikbud mengenai STEAM. 

Pihaknya selalu memantau informasi mengenai STEAM ini karena ingin meningkatkan mutu siswa siswi di madrasah. "Guru madrasah juga sudah menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Kami mengikuti tren," ujarnya. 

Sementara itu, pengamat pendidikan dari Eduspec Indra Charismiadji berpendapat, dunia sudah mengenal STEAM sejak 2001. Lalu rumusan keterampilan abad ke-21 diperkenalkan pada 2002. 

Sementara Indonesia, menurut dia, sudah tertinggal 10 tahun karena negara lain sudah akrab lama dengan STEAM. "Kurikulum STEAM ini sangat dibutuhkan dunia pendidikan jika Pemerintah Indonesia mau mengatasi ketertinggalan tersebut," katanya

Share:

Mendongeng, Cara yang Baik Menanamkan Nilai dalam Keluarga


Disalin Dari SINDONEWS.COM Mendongeng lebih dari sekadar menguatkan ikatan antara ibu dan buah hatinya. Ada banyak faedah yang bisa ditanamkan lewat kegiatan menyenangkan ini. Apa saja?

“Pada suatu hari, ada seorang anak bernama Cinderella, dia adalah anak yang rajin dan memiliki dua saudara tiri yang tidak suka dengannya”. Penggalan kisah Cinderella itu membawa seakan kembali ke masa-masa ketika ibu atau ayah suka mendongeng untuk kita. 
Kini, kebiasaan mendongeng mungkin sudah semakin ditinggalkan seiring dengan kemunculan gawai yang sudah amat ramah di tangan batita sekalipun. Juga karena padatnya kesibukan di kantor para orang tua. Para ibu juga sering kali kurang optimal dalam mendongeng karena tidak percaya diri dan gagal menarik perhatian sang anak. Jadilah mendongeng dipandang sebelah mata.

Padahal, Seto Mulyadi selaku Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, menjelaskan bahwa membaca dan mendongeng berkontribusi dalam perkembangan anak karena dapat mengaktifkan pusat emosi di otak dan melatih fokus perhatian mereka. 

Mendongeng membantu melatih anak berpikir secara terstruktur, menstimulasi kreativitas, dan memperkenalkan berbagai nuansa emosi. “Serta proses identifikasi yang erat kaitannya dengan pembentukan pribadi positif ketika anak menjadi dewasa kelak,” katanya dalam acara Kampanye NIVEA #SentuhanIbu yang diadakan Nivea, belum lama ini. 

Ya, mendongeng merupakan rutinitas menyenangkan yang membentuk hubungan ibu dan anak secara fisik (usapan, kecupan, pelukan) dan emosional (rasa percaya dan keterikatan anak terhadap ibu), dapat meningkatkan imajinasi anak, serta metode yang baik untuk menyampaikan nilai moral dan budaya kepada anak sejak dini.

Pendongeng profesional Ariyo Zidni, yang juga pendiri Komunitas Ayo Dongeng Indonesia, mengungkapkan, “Mendongeng atau bercerita itu mudah, siapa pun dapat melakukannya. Ibu yang percaya diri dalam bercerita, variasi dalam memainkan suara, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh secara sederhana adalah faktor penting.” Pria yang akrab disapa Kak Aio ini juga mengatakan, dalam mendongeng tidak perlu berlebihan dan sempurna, tapi jujur. 

Dengan demikian, baik dengan membacakan langsung dari teks buku atau e-book maupun improvisasi cerita, mendongeng dapat menjadi bentuk interaksi yang kuat untuk orang tua dan anak dengan waktu yang sangat terbatas, terutama bagi para ibu generasi milenial yang bekerja.

“Maka, mari mendongeng agar kebersamaan kita dengan anak-anak tetap berkualitas dan selalu dinanti,” ajak Ariyo. Ia menyarankan tidak mencari waktu luang untuk mendongeng tapi justru luangkan waktu khusus. Sebab, biasanya tidak akan ketemu kalau mencari waktu luang. Atau bisa juga dengan mengajak anak mendongeng 10 menit saja sebelum mengerjakan pekerjaan lain. 

Mendongeng sebetulnya sederhana saja. Ariyo mengatakan, untuk mencari cerita yang memang orang tua sukai, dan selipkan pesan moral dari cerita yang akan disampaikan. Kalau mengambil cerita dari buku, baca dulu bukunya sebelum membacakan buku untuk anak. Jadi, orang tua bisa tahu kapan ceritanya lebih dulu dan bagian mana yang menarik.
“Sebenarnya tidak harus jadi pendongeng profesional tapi jadilah ibu yang profesional. Harus serba-bisa untuk menyenangkan hati anak,” imbuh Ariyo. Pada kesempatan itu ia menekankan bahwa mendongeng tidak harus sebelum tidur. Kapan pun Anda ada waktu bisa digunakan untuk bercerita. Ketika sedang berbelanja misalnya atau ketika berkendara di mobil. 

Sesekali berikan anak kesempatan untuk mendongeng. Langkah pertama, biarkan anak merasa siap lebih dulu dengan cerita yang ingin dibawakan. Hindari menghakimi anak atas cerita yang dibawakan. Tugas orang tua bukan menilai cerita tapi memfasilitasi agar anak mau atau berani melakukan sesuatu. Holger Welters, President Director PT Beiersdorf Indonesia, mengungkapkan, NIVEA telah menjadi bagian dari keluarga di dunia selama satu abad.

Fakta ini tidak lepas dari kuatnya peran ibu dalam keluarga sehingga menjadi inspirasi kampanye NIVEA #SentuhanIbu. Salah satu “Momen Sentuhan Ibu” adalah melalui mendongeng karena dapat menyampaikan nilai-nilai penting seperti menghargai, keberanian, dan mampu memberikan kenyamanan, ketulusan, dan kasih sayang yang sejalan dengan filosofi NIVEA. 

“Melalui kampanye ini, NIVEA ingin mendorong para ibu menjadikan mendongeng sebagai kegiatan yang menarik dan esensial,” kata Holger.
Share:

STATISTIK PENGUNJUNG

BANNER BOARD

Flag Counter

Follow Me

SUPPORTED BY

SafelinkU | Shorten your link and earn money
ClickSense | Make Money Taking Surveys‎
Adf.ly | Earn money for each visitor to your shortened links
Subcribe Me | Subcribe My Youtube Channel
Payoneer | International Online Payments: Quick, Secure & Low Cost
MSD |Masduqi Studio Developer

Blog Archive