|
Kerajaan Majapahit yakni kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasaiNusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.[2] Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya,Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.[3]Majapahit adalah sebuah kerajaan di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya dan mejadiKemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas pada masa kekuasaanHayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Historiografi
Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit,[4] dan sejarahnya tidak jelas.[5]Sumber utama yang dipakai oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno.[6]Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa serpihan pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagamamerupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahanHayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.[7] Selain itu, terdapat beberapaprasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.[7]
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak sanggup disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana ibarat C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi mempunyai arti supernatural dalam hal sanggup mengetahui masa depan.[8] Namun demikian, banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut sanggup diterima alasannya yakni sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak cukup pasti.[5]
Sejarah
Berdirinya Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling berpengaruh di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang berjulukan Meng Chi[9] ke Singhasari yang menuntut upeti.Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.[9][10] Kublai Khan murka dan kemudian memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memperlihatkan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang tiba menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutanTarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut alasannya yakni mereka berada di teritori asing.[11][12]Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar sanggup pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal niscaya yang dipakai sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit yakni hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang tepercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melaksanakan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, biar ia sanggup mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun sesudah janjkematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan kemudian dieksekusi mati.[12] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara, Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni menentukan mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada ketika pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang memperlihatkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berubah menjadi lebih besar dan populer di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit hingga janjkematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Kejayaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan pinjaman mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya,Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina[13]. Sumber ini memperlihatkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun demikian, batasan alam dan ekonomi memperlihatkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut sepertinya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja[14]. Majapahit juga mempunyai hubungan dengan Campa,Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya keTiongkok.[14][2]
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan alasannya yakni didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.[15] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memperlihatkan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan kesudahannya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda sanggup dibinasakan secara kejam.[16] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melaksanakan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.[17] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di banyak sekali daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan pribadi oleh kerajaan Majapahit hanya meliputi wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan legalisasi kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu sanggup mengundang reaksi keras.[18]
Pada tahun 1377, beberapa tahun sesudah janjkematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan bahari untuk menumpas pemberontakan diPalembang.[2]
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada banyak sekali pulau dan kadang kala menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya yakni mendapat porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada ketika inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki tempat ini.
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akhir konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk yakni putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga mempunyai seorang putra dari selirnyaWirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini kesudahannya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 hingga 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah membuat komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, ibarat di Semarang, Demak, Tuban, danAmpel; maka Islam pun mulai mempunyai pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 hingga 1447. Ia yakni putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotanmenjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akhir krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.[7].
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada final kurun ke-14 dan awal kurun ke-15, efek Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada ketika bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan gres yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di serpihan barat Nusantara[19]. Di serpihan barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan kurun ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah disana hingga digantikan oleh putranyaRanawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akhir konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya kurun dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan[20]) hingga tahun 1527.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon yakni tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini yakni “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang bekerjsama digambarkan oleh candrasengkala tersebut yakni gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana[21].
Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi [21] dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, alasannya yakni penguasa Demak yakni keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527.[22] Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan sanksi dari Demak akhir selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal kurun ke-16 kesudahannya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit[23]. Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah alasannya yakni ia yakni putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M[21].
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu sesudah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di serpihan barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromodan Semeru
Kebudayaan
"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari gesekan halus dan warna indah" [Dalam lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo bagus beratap ijuk, indah bagai pemandangan dalam lukisan... Kelopak bunga katanggagugur tertiup angin dan bertaburan di atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja yang memandangnya".— Gambaran ibu kota Majapahit kutipan dariNagarakertagama.
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit tiba ke istana untuk membayar upetiatau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk tempat ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara pribadi dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk pribadi oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas.[24]
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan populer dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim ketika itu.[2]
Walaupun batu bata telah dipakai dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling andal menggunakannya[25]. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah flora merambat dan gula merah sebagai perekat kerikil bata. Contoh candi Majapahit yang masih sanggup ditemui kini adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto.
".... Raja [Jawa] mempunyai bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak, merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini mempunyai istana yang luar biasa mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan serpihan dalam ruangannya berlapis emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang melawan raja ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya."— Gambaran Majapahit berdasarkan Mattiussi (Pendeta Odorico da Pordenone).[26]
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan PendetaOdorico da Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Kristen di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera, kemudian mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat banyakcengkeh, kemukus, pala, dan banyak sekali rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana raja Jawa sangat glamor dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan disini tak lain yakni Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.
Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan[14]. Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang semenjak kurun ke-8 pada masa kerajaan Medang yang memakai butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit.[27] Alasan penggunaan uang logam atau koin absurd ini tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan andal menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka dibutuhkan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang Majapahit biar sanggup dipakai dalam kegiatan ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak sanggup dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.[24]
Beberapa citra mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa ketika itu dikumpulkan dari banyak sekali data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat bahtera penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa).[24] Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan banyak sekali macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada semenjak zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada ketika itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga[28]. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italiayang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan suplemen emas, perak, dan permata. [29]
Kemakmuran Majapahit diduga alasannya yakni dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timurutara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun banyak sekali infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapat komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit.[24]
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dariIndia, Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus dikenakan pada orang absurd terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melaksanakan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit mempunyai pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun banyak sekali tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa[30].
Struktur pemerintahan
Majapahit mempunyai struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahanHayam Wuruk, dan sepertinya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya [31]. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat bersahabat raja mempunyai kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
- Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
- Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
- Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
- Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atauPatih Hamangkubhumi. Pejabat ini sanggup dikatakan sebagai perdana menteri yang gotong royong raja sanggup ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
Pembagian wilayah
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari[12], terdiri atas beberapa tempat tertentu di serpihan timur dan serpihan tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebutPaduka Bhattara yang bergelar Bhre. Gelar ini yakni gelar tertinggi ningrat kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat bersahabat raja. Tugas mereka yakni untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat bersahabat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai berikut:
- Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja
- Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)
- Watek: dikelola oleh wiyasa,
- Kuwu: dikelola oleh lurah,
- Wanua: dikelola oleh thani,
- Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
No | Provinsi | Gelar | Penguasa | Hubungan dengan Raja | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Kahuripan (atau Janggala, sekarang Surabaya) | Bhre Kahuripan | Tribhuwanatunggadewi | ibu suri | ||||||||
2 | Daha (bekas ibukota dari Kediri) | Bhre Daha | Rajadewi Maharajasa | bibi sekaligus ibu mertua | ||||||||
3 | Tumapel (bekas ibukota dariSinghasari) | Bhre Tumapel | Kertawardhana | ayah | ||||||||
4 | Wengker (sekarang Ponorogo) | Bhre Wengker | Wijayarajasa | paman sekaligus ayah mertua | ||||||||
5 | Matahun (sekarang Bojonegoro) | Bhre Matahun | Rajasawardhana | suami dari Putri Lasem, sepupu raja | ||||||||
6 | Wirabhumi (Blambangan) | Bhre Wirabhumi | Bhre Wirabhumi1 | anak | ||||||||
7 | Paguhan | Bhre Paguhan | Singhawardhana | saudara pria ipar | ||||||||
8 | Kabalan | Bhre Kabalan | Kusumawardhani2 | anak perempuan | ||||||||
9 | Pawanuan | Bhre Pawanuan | Surawardhani | keponakan perempuan | ||||||||
10 | Lasem (kota pesisir di Jawa Tengah) | Bhre Lasem | Rajasaduhita Indudewi | sepupu | ||||||||
11 | Pajang (sekarang Surakarta) | Bhre Pajang | Rajasaduhita Iswari | saudara perempuan | ||||||||
12 | Mataram (sekarang Yogyakarta) | Bhre Mataram | Wikramawardhana2 | keponakan laku-laki | ||||||||
Catatan: 1 Bhre Wirabhumi bekerjsama yakni gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan), nama aslinya tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari Pararaton. Dia menikah dengan Nagawardhani, keponakan wanita raja. 2 Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan pria raja), pasangan ini kemudian menjadi pewaris tahta. |
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre.[32] Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:
|
|
|
|
|
Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara serpihan di luar negeri juga termasuk dalam bundar efek Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
- Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini yakni ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah serpihan timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre(bangsawan), yang merupakan kerabat bersahabat raja.
- Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara pribadi dipengaruhi oleh budaya Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya mempunyai penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk aliansi atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup penting. Termasuk didalamnya daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembangdi Sumatra.
- Nusantara, yakni area yang tidak merefleksikan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam Majapahit akan menghasilkan reaksi keras. Termasuk dalam area ini yakni kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, danSemenanjung Malaya.
Ketiga kategori itu masuk ke dalam bundar efek Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri:
- Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama". Hal itu memperlihatkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa absurd adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya dari Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma,Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam).[33] Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit, alasannya yakni kerajaan absurd di luar negeri ibarat China dan India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melaksanakan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
Raja-raja Majapahit
Para penguasa Majapahit yakni penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada final kurun ke-13. Berikut yakni daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok[7].
Nama Raja | Gelar | Tahun |
---|---|---|
Raden Wijaya | Kertarajasa Jayawardhana | 1293 - 1309 |
Kalagamet | Sri Jayanagara | 1309 - 1328 |
Sri Gitarja | Tribhuwana Wijayatunggadewi | 1328 - 1350 |
Hayam Wuruk | Sri Rajasanagara | 1350 - 1389 |
Wikramawardhana | 1389 - 1429 | |
Suhita | 1429 - 1447 | |
Kertawijaya | Brawijaya I | 1447 - 1451 |
Rajasawardhana | Brawijaya II | 1451 - 1453 |
Purwawisesa atauGirishawardhana | Brawijaya III | 1456 - 1466 |
Bhre Pandansalas, atauSuraprabhawa | Brawijaya IV | 1466 - 1468 |
Bhre Kertabumi | Brawijaya V | 1468 - 1478 |
Girindrawardhana | Brawijaya VI | 1478 - 1498 |
Hudhara | Brawijaya VII | 1498-1518[35] |
Warisan sejarah
Majapahit telah menjadi sumber ide kejayaan masa kemudian bagi bangsa-bangsa Nusantara pada abad-abad berikutnya.
[sunting]Legitimasi politik
Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram berusaha mendapat legitimasi atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit. Demak menyatakan legitimasi keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden Patah, berdasarkan babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin pribadi olehSultan Agung sendiri mempunyai arti penting alasannya yakni merupakan lokasi ibukota Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah mempunyai tradisi dan silsilah yang berusaha menandakan hubungan para rajanya dengan keluarga kerajaan Majapahit — sering kali dalam bentuk makam leluhur, yang di Jawa merupakan bukti penting — dan legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali secara khusus mendapat efek besar dari Majapahit, dan masyarakat Bali menganggap diri mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.[25]
Para pencetus nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal kurun ke-20, telah merujuk pada Majapahit, disamping Sriwijaya, sebagai contoh gemilang masa kemudian Indonesia. Majapahit kadang dijadikan contoh batas politik negara Republik Indonesia ketika ini.[14] Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai Komunis Indonesia menyampaikan visinya perihal masyarakat tanpa kelas sebagai penjelmaan kembali dari Majapahit yang diromantiskan.[36]Sukarno juga mengangkat Majapahit untuk kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru menggunakannya untuk kepentingan ekspansi dan konsolidasi kekuasaan negara.[37] Sebagaimana Majapahit, negara Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa.
Beberapa simbol dan atribut kenegaraan Indonesia berasal dari elemen-elemen Majapahit. Bendera kebangsaan Indonesia "Sang Merah Putih" atau kadang disebut "Dwiwarna" ("dua warna"), berasal dari warna Panji Kerajaan Majapahit. Demikian pula bendera armada kapal perang TNI Angkatan Laut berupa garis-garis merah dan putih juga berasal dari warna Majapahit. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika", dikutip dari "Kakawin Sutasoma" yang ditulis oleh Mpu Tantular, seorang pujangga Majapahit.
Arsitektur
Majapahit mempunyai efek yang faktual dan berkelanjutan dalam bidang arsitektur di Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) banyak sekali bangunan di ibukota Majapahit dalam kitabNegarakretagama telah menjadi ide bagi arsitektur banyak sekali bangunan keraton di Jawa sertaPura dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini.
[sunting]Persenjataan
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan penyebaran teknik pembuatankeris berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan dan pemilihan materi menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat namun semenjak masa ini dan seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi berpengaruh menjadi petunjuk kualitas sebuah keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga berkembang pada masa ini dan meluas ke banyak sekali penjuru Nusantara, terutama di serpihan barat.
Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan tombak
0 komentar:
Posting Komentar