Monumen Nasional atau yang terkenal disingkat dengan Monas atau Tugu Monas ialah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan usaha rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
Tugu ini dimahkotai pengecap api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat usaha yang menyala-nyala.
Monumen Nasional terletak sempurna di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Asal Usul SEjarah MOnumen Nasionla atau Monas
Setelah sentra pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta sesudah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul legalisasi kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949,
Presiden Sukarno mulai memikirkan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan sempurna di depan Istana Merdeka.
Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan usaha bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, semoga terus membangkitkan ide dan semangat patriotisme generasi ketika ini dan mendatang.
Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibuat dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955.
Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan sanggup bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 penerima yang memenuhi kriteria.
Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk memperlihatkan rancangannya kepada Sukarno.
Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni.
Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema menyerupai itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak bisa ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi ketika itu cukup buruk.
Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda sampai ekonomi Indonesia membaik.
Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu.
Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.
Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektar.
Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.
Pembangunan
Pembangunan terdiri atas tiga tahap.
Tahap pertama, kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama.
Total 284 pasak beton dipakai sebagai fondasi bangunan.
Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional.
Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962.
Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober.
Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akibatnya rampung pada bulan Agustus 1963.
Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 sampai 1968 akhir terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda.
Tahap tamat berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah.
Meskipun pembangunan telah rampung, duduk perkara masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum.
Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka.
Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu
Lapangan Gambir,
Lapangan Ikada,
Lapangan Merdeka,
Lapangan Monas, dan Taman Monas.
Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah bak dan beberapa lapangan terbuka daerah berolahraga.
Rancangan Bangunan Tugu Monas
Rancang bangun Tugu Monas menurut pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni.
Tugu obelisk yang menjulang tinggi ialah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari.
Sementara pelataran cawan landasan obelisk ialah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari.
Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan serasi yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia.
Selain itu bentuk Tugu Monas juga sanggup ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "lesung",
alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia.
Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia.
Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi The 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bab dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas.
Di dekatnya terdapat bak air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton.
Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai pertolongan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario Bross di Indonesia.
Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara bersahabat patung Pangeran Diponegoro.
Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas.
Loket tiket berada di ujung terowongan.
Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung sanggup melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah usaha Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau eksklusif naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.
Relief Sejarah Indonesia
Pada halaman luar mengelilingi monumen, pada tiap sudutnya terdapat relief timbul yang menggambarkan sejarah Indonesia.
Relief ini bermula di sudut timur maritim dengan mengabadikan kejayaan Nusantara di masa lampau; menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit.
Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut.
Secara kronologis menggambarkan masa penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia dan pahlawan-pahlawan nasional Indonesia,
terbentuknya organisasi modern yang memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal periode ke-20, Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia,
sampai mencapai masa pembangunan Indonesia modern.
Relief dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan kerangka pipa atau logam, sayang sekali beberapa patung dan arca mulai rontok dan rusak akhir hujan dan cuaca tropis.
Museum Sejarah Nasional
Di bab dasar monumen pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia.
Ruang besar museum sejarah usaha nasional dengan ukuran luas 80 x 80 meter, sanggup menampung pengunjung sekitar 500 orang.
Ruangan besar berlapis marmer ini terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi total 51 diorama.
Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia semenjak masa pra sejarah sampai masa Orde Baru.
Diorama ini dimula dari sudut timur maritim bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan sejarah Indonesia;
mulai masa pra sejarah,
masa kemaharajaan kuno menyerupai Sriwijaya dan Majapahit,
disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para jagoan nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda.
Diorama berlangsung terus sampai masa pergerakan nasional Indonesia awal periode ke-20, pendudukan Jepang, perang kemerdekaan dan masa revolusi, sampai masa Orde Baru di masa pemerintahan Suharto.
Ruang KEmerdekaan
Di bab dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater.
Ruangan ini sanggup dicapai melalui tangga berputar di dari pintu sisi utara dan selatan.
Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia.
Diantaranya naskah orisinil Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam kotak beling di dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas, dan bendera merah putih, dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Di dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional ini dipakai sebagai ruang hening untuk mengheningkan cipta dan bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan usaha bangsa Indonesia.
Naskah orisinil proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak beling dalam pintu gerbang berlapis emas.
Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi tabrakan bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan kesucian.
Pintu ini terletak pada dinding sisi barat sempurna di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam.
Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan membuka seraya memperdengarkan lagu "Padamu Negeri" diikuti kemudian oleh rekaman bunyi Sukarno tengah membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945 (merinding kalo dengerin langsung).
Pada sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat dari perunggu seberat 3,5 ton dan berlapis emas.
Pada sisi timur terdapat goresan pena naskah proklamasi berhuruf perunggu, seharusnya sisi ini menampilkan bendera yang paling suci dan dimuliakan Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Akan tetapi alasannya ialah kondisinya sudah semakin renta dan rapuh, bendera suci ini tidak dipamerkan.
Sisi utara diding marmer hitam ini menampilkan kepulauan Nusantara berlapis emas, melambangkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelataran Puncak Api Kemerdekaan
Sebuah elevator (lift) pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah.
Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut.
Pelataran puncak ini sanggup menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat.
Pada sekeliling tubuh elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi.
Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung sanggup menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta.
Bila kondisi cuaca cerah tanpa asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang maritim lepas dengan pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala obor perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram.
Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bab yang disatukan.
Lidah api ini sebagai simbol semangat usaha rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan.
Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram, akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah periode (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.
Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung Padam" yang bermakna semoga Bangsa Indonesia senantiasa mempunyai semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.
Pelataran cawan menawarkan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17 meter dari permukaan tanah.
Pelataran cawan sanggup dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan.
Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan ialah 8 m (3 meter dibawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan).
Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).
Meski Begitu Luas, dan Lumayan Jauh untuk menuju Pintu MAsuk Utama Ke depan Pintu Masuk Monas, Pemerintah Daerah Setempat telah menyediakan Kereta ANgkut yang gratis loh..jadi jangan takut untuk kecapean,,hehe,,
Diambil Dari Wikipedia Indonesia
Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
Tugu ini dimahkotai pengecap api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat usaha yang menyala-nyala.
Monumen Nasional terletak sempurna di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Asal Usul SEjarah MOnumen Nasionla atau Monas
Setelah sentra pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta sesudah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul legalisasi kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949,
Presiden Sukarno mulai memikirkan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan sempurna di depan Istana Merdeka.
Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan usaha bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, semoga terus membangkitkan ide dan semangat patriotisme generasi ketika ini dan mendatang.
Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibuat dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955.
Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan sanggup bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 penerima yang memenuhi kriteria.
Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk memperlihatkan rancangannya kepada Sukarno.
Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni.
Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema menyerupai itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak bisa ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi ketika itu cukup buruk.
Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda sampai ekonomi Indonesia membaik.
Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu.
Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.
Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektar.
Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.
Pembangunan
Pembangunan terdiri atas tiga tahap.
Tahap pertama, kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama.
Total 284 pasak beton dipakai sebagai fondasi bangunan.
Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional.
Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962.
Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober.
Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akibatnya rampung pada bulan Agustus 1963.
Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 sampai 1968 akhir terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda.
Tahap tamat berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah.
Meskipun pembangunan telah rampung, duduk perkara masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum.
Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka.
Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu
Lapangan Gambir,
Lapangan Ikada,
Lapangan Merdeka,
Lapangan Monas, dan Taman Monas.
Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah bak dan beberapa lapangan terbuka daerah berolahraga.
Rancangan Bangunan Tugu Monas
Rancang bangun Tugu Monas menurut pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni.
Tugu obelisk yang menjulang tinggi ialah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari.
Sementara pelataran cawan landasan obelisk ialah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari.
Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan serasi yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia.
Selain itu bentuk Tugu Monas juga sanggup ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "lesung",
alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia.
Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia.
Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi The 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bab dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas.
Di dekatnya terdapat bak air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton.
Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai pertolongan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario Bross di Indonesia.
Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara bersahabat patung Pangeran Diponegoro.
Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas.
Loket tiket berada di ujung terowongan.
Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung sanggup melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah usaha Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau eksklusif naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.
Relief Sejarah Indonesia
Pada halaman luar mengelilingi monumen, pada tiap sudutnya terdapat relief timbul yang menggambarkan sejarah Indonesia.
Relief ini bermula di sudut timur maritim dengan mengabadikan kejayaan Nusantara di masa lampau; menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit.
Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut.
terbentuknya organisasi modern yang memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal periode ke-20, Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia,
sampai mencapai masa pembangunan Indonesia modern.
Relief dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan kerangka pipa atau logam, sayang sekali beberapa patung dan arca mulai rontok dan rusak akhir hujan dan cuaca tropis.
Museum Sejarah Nasional
Di bab dasar monumen pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia.
Ruang besar museum sejarah usaha nasional dengan ukuran luas 80 x 80 meter, sanggup menampung pengunjung sekitar 500 orang.
Ruangan besar berlapis marmer ini terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi total 51 diorama.
Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia semenjak masa pra sejarah sampai masa Orde Baru.
Diorama ini dimula dari sudut timur maritim bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan sejarah Indonesia;
mulai masa pra sejarah,
masa kemaharajaan kuno menyerupai Sriwijaya dan Majapahit,
disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para jagoan nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda.
Diorama berlangsung terus sampai masa pergerakan nasional Indonesia awal periode ke-20, pendudukan Jepang, perang kemerdekaan dan masa revolusi, sampai masa Orde Baru di masa pemerintahan Suharto.
Ruang KEmerdekaan
Di bab dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater.
Ruangan ini sanggup dicapai melalui tangga berputar di dari pintu sisi utara dan selatan.
Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia.
Diantaranya naskah orisinil Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam kotak beling di dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas, dan bendera merah putih, dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Di dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional ini dipakai sebagai ruang hening untuk mengheningkan cipta dan bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan usaha bangsa Indonesia.
Naskah orisinil proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak beling dalam pintu gerbang berlapis emas.
Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi tabrakan bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan kesucian.
Pintu ini terletak pada dinding sisi barat sempurna di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam.
Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan membuka seraya memperdengarkan lagu "Padamu Negeri" diikuti kemudian oleh rekaman bunyi Sukarno tengah membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945 (merinding kalo dengerin langsung).
Pada sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat dari perunggu seberat 3,5 ton dan berlapis emas.
Pada sisi timur terdapat goresan pena naskah proklamasi berhuruf perunggu, seharusnya sisi ini menampilkan bendera yang paling suci dan dimuliakan Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Akan tetapi alasannya ialah kondisinya sudah semakin renta dan rapuh, bendera suci ini tidak dipamerkan.
Sisi utara diding marmer hitam ini menampilkan kepulauan Nusantara berlapis emas, melambangkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelataran Puncak Api Kemerdekaan
Sebuah elevator (lift) pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah.
Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut.
Pelataran puncak ini sanggup menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat.
Pada sekeliling tubuh elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi.
Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung sanggup menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta.
Bila kondisi cuaca cerah tanpa asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang maritim lepas dengan pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala obor perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram.
Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bab yang disatukan.
Lidah api ini sebagai simbol semangat usaha rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan.
Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram, akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah periode (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.
Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung Padam" yang bermakna semoga Bangsa Indonesia senantiasa mempunyai semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.
Pelataran cawan menawarkan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17 meter dari permukaan tanah.
Pelataran cawan sanggup dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan.
Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan ialah 8 m (3 meter dibawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan).
Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).
Meski Begitu Luas, dan Lumayan Jauh untuk menuju Pintu MAsuk Utama Ke depan Pintu Masuk Monas, Pemerintah Daerah Setempat telah menyediakan Kereta ANgkut yang gratis loh..jadi jangan takut untuk kecapean,,hehe,,
Diambil Dari Wikipedia Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar