Lokananta di Surakarta dan Irama di Menteng Jakarta merupakan dua perusahaan rekaman pertama di Indonesia.
Lokananta, yang merupakan milik pemerintah, bangkit pada tahun 1957.
Bertugas untuk memproduksi dan menduplikasi piringan hitam.
Namun di tahun 1970-an hasilnya produksi pun bergeser dari piringan hitam ke kaset.
Remaco, yang pada masa itu merupakan salah satu perusahaan rekaman besar di Indonesia, mengalami kerugian pada masa awal munculnya kaset di tahun 1970-an.
Lagu-lagu dalam piringan hitamnya dibajak ke dalam kaset.
Meskipun pada hasilnya Remaco pun memproduksi kaset sebab kaset merupakan teknologi yang lebih murah dan mudah dibandingkan dengan piringan hitam yang mahal dan rumit.
Meskipun awalnya perusahaan-perusahaan rekaman tersebut mengeluh atas munculnya kaset yang membajak piringan hitam, hasilnya mereka pun—sekaligus perusahaan yang gres muncul—berpaling dan menikmati suatu teknologi gres berjulukan ‘kaset’ tersebut.
Kaset meledak di mana-mana.
Para musisi gres di ‘era kaset’ bermunculan dan perlahan menggeser musisi-musisi ‘era piringan hitam’.
Sebut saja Koes Plus, Broery Marantika, dan Emilia Contessa.
Namun, seiring berkembangnya teknologi dan inovasi-inovasi gres di bidang musik, di pertengahan 1990-an, kaset mengalami masa-masa simpulan kejayaannya.
Masuknya compact disc (CD) ke Indonesia menyediakan alternatif gres dan canggih bagi para penikmat musik.
Kualitas suaranya yang lebih jernih dan pemilihan pemutaran lagu yang lebih gampang dan cepat menjadi beberapa kelebihan CD dibandingkan kaset.
Meskipun begitu kaset tetap diminati sebab harganya yang lebih murah dibandingkan CD.
Di tahun 2000-an, kaset pun makin tergencet oleh perkembangan CD.
Perusahaan-perusahaan rekaman di tanah air telah menimbulkan CD sebagai sarana rekaman musik.
Pada perkembangan di Indonesia, kaset tidak hanya dipakai dalam industri musik.
Kaset juga biasanya dipakai untuk dakwah-dakwah agama berupa ceramah oleh seorang rohaniawan.
Diambil dari Wikipedia Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar