Kamis, 18 April 2019

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Melalui Perundingan


Indonesia ialah negara yang cinta damai, tatepi kita lebih mengasihi kemerdekaan. Kemerdekaan wajib dipertahankan walaupun nyawa sebagai taruhannya. Setelah para pemimpin bangsa berjuang mempertahankan kemerdekaan secara fisik tak juga berhasil maka para pemimpin kita melaksanakan usaha melalui meja perundingan.
Berikut ialah beberapa usaha mempertahankan kemerdekaan melalui jalan hening atau melalui meja perundingan.

1.    Perjanjian Linggajati
Pada tanggal 10 November 1946 diadakan negosiasi antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini dilaksanakan di Linggajati. Linggajati terletak di sebelah selatan Cirebon. Dalam negosiasi itu delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Van Mook.
Pada tanggal 15 November 1946, hasil negosiasi diumumkan dan disetujui oleh kedua belah pihak. Secara resmi, naskah hasil negosiasi ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Belanda pada tanggal 25 Maret 1947. Hasil Perjanjan Linggajati sangat merugikan Indonesia alasannya wilayah Indonesia menjadi sempit.
Berikut ini isi perjanjian Linggajati.

1. Belanda hanya mengakui kekuasaan Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatera.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bahu-membahu membentuk Negara Indonesia Serikat yang terdiri atas: 
a. Negara Republik Indonesia, 
b. Negara Indonesia Timur, dan
c. Negara Kalimantan.
3. Negara Indonesia Serikat dan Belanda akan merupakan suatu uni (kesatuan) yang dinamakan Uni Indonesia-Belanda dan diketuai oleh Ratu Belanda.

Agresi Militer Belanda I
Meskipun sudah ada Perjanjian Linggajati, Belanda tetap berusaha untuk menjajah Indonesia. Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda menyerang wilayah Republik Indonesia. Tindakan ini melanggar Perjanjian Linggajati. Belanda berhasil merebut sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Akibatnya wilayah kekuasaan Republik Indonesia semakin kecil. Serangan militer Belanda ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.
Peristiwa tersebut mengakibatkan protes dari negara-negara tetangga dan dunia internasional. Wakil-wakil dari India dan Australia mengusulkan kepada PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) biar mengadakan sidang untuk membicarakan problem penyerangan Belanda ke wilayah Republik Indonesia.

Perjanjian Renville (17 Januari 1948)
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB memerintahkan biar pihak Indonesia dan Belanda menghentikan tembak-menembak. Akhirnya pada tanggal 4 Agustus 1947, Belanda mengumumkan gencatan senjata. Gencatan senjata ialah penghentian tembak-menembak di antara pihak-pihak yang berperang. PBB membantu penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri atas:
1. Australia, dipilih oleh Indonesia;
2. Belgia, dipilih oleh Belanda;
3. Amerika Serikat, dipilih oleh Australia dan Belanda.

Komisi Tiga Negara (KTN) memprakarsai negosiasi antara Indonesia dan Belanda. Perundingan dilakukan di atas kapal Renville, yaitu kapal Angkatan Laut Amerika Serikat. Oleh alasannya itu, hasil negosiasi ini dinamakan Perjanjian Renville.
Dalam negosiasi itu Negara Indonesia, Belanda, dan masing-masing anggota KTN diwakili oleh sebuah delegasi.
1. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin.
2. Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3. Delegasi Australia dipimpin oleh Richard C. Kirby.
4. Delegasi Belgia dipimpin oleh Paul van Zeeland.
5. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.

Isi perjanjian Renville ialah sebagai berikut.
1. Belanda hanya mengakui kawasan Republik Indonesia atas Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian kecil Jawa   Barat, dan Sumatera.
2. Tentara Republik Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerah yang telah diduduki Belanda.

Hasil Perjanjian Renville sangat merugikan Indonesia. Wilayah kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit.

Agresi Militer Belanda II

Belanda terus berusaha menguasai kembali Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan atas wilayah Republik Indonesia. Penyerangan Belanda ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Ibu kota Republik Indonesia waktu itu, Yogyakarta, diserang Belanda.
Perlu diketahui bahwa semenjak 4 Januari 1946, lbu kota Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Belanda mengerahkan angkatan udaranya. Lapangan Udara Maguwo tidak sanggup dipertahankan. Akhirnya Yogyakarta direbut Belanda. Presiden Sukarno, Wapres Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Suryadarma ditangkap Belanda. Presiden Sukarno dan Wapres Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Pulau Bangka. Sebelum tertangkap, Presiden Sukarno telah mengirim mandat lewat radio kepada Menteri Kemakmuran, Mr. Syaffiruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera. Tujuannya ialah untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ibu kota Bukit Tinggi. 

Agresi Militer Belanda II mengakibatkan reaksi dunia, terutama negaranegara di Asia. Negara-negara di Asia menyerupai India, Myanmar, Afganistan, dan lain-lain segera mengadakan Konferensi New Delhi pada bulan Desember 1949. Mereka bersimpati kepada usaha rakyat Indonesia, dan mendesak agar:
1. Pemerintah RI segera dikembalikan ke Yogyakarta, dan
2. Serdadu Belanda segera ditarik mundur dari Indonesia.

Belanda tidak memperdulikan desakan itu. Belanda gres bersedia berunding sehabis Dewan Keamanan PBB turun tangan.

Usaha Diplomasi dan Pengakuan Kedaulatan
Komisi PBB untuk Indonesia atau UNCI (United Nations Commission for Indonesia) berhasil mempertemukan pihak Indonesia dan Belanda dalam meja perundingan. Dalam perundingan-perundingan itu, delegasi dari Indonesia berjuang secara diplomasi supaya kedaulatan Indonesia diakui. Perundingan-perundingan itu antara lain, Perundingan Rum-Royen dan Konferensi Meja Bundar (KMB).

Perjanjian Rum-Royen
Perjanjian Rum-Royen disetujui di Jakarta pada tanggal 7 Mei 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Rum, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Dr. van Royen. Anggota delegasi Indonesia lainnya ialah Drs. Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono lX.
Isi Perjanjian Rum-Royen ialah sebagai berikut.
1. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta.
2. Menghentikan gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
3. Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai cuilan dari Negara Indonesia Serikat.
4. Akan diselenggarakan negosiasi lagi, yaitu KMB, antara Belanda dan Indonesia sehabis Pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.

Konferensi Meja Bundar (KMB)
Sebagai tindak lanjut Perjanjian Rum-Royen, pada tanggal 23 Agustus
sampai dengan 2 November 1949 diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg) atau Badan Musyawarah Negaranegara Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II. Delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen. Sedangkan UNCI dipimpin oleh Chritchley.
Hasil-hasil persetujuan yang dicapai dalam KMB ialah sebagai berikut.
1. Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada RIS pada final bulan Desember 1949.
2. RIS dan Belanda akan tergabung dalam Uni Indonesia Belanda.
3. Irian Barat akan diserahkan setahun sehabis ratifikasi kedaulatan oleh Belanda.

Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam KMB sangat memuaskan rakyat Indonesia. Akhirnya kedaulatan negara Indonesia diakui oleh pihak Belanda. Seluruh rakyat Indonesia menyambut hasil KMB dengan suka cita.

Pengakuan Kedaulatan
Sesuai hasil KMB, pada tanggal 27 Desember 1949 diadakan upacara ratifikasi kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah RIS. Upacara ratifikasi kedaulatan dilakukan di dua tempat, yaitu Den Haag dan Yogyakarta secara bersamaan. Dalam program penandatanganan ratifikasi kedaulatan di Den Haag, Ratu Yuliana bertindak sebagai wakil Negeri Belanda Belanda dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil Indonesia. Sedangkan dalam upacara ratifikasi kedaulatan yang dilakukan di Yogyakarta, pihak Belanda diwakili oleh Mr. Lovink (wakil tertinggi pemerintah Belanda) dan pihak Indonesia diwakili Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Dengan ratifikasi kedaulatan itu berakhirlah kekuasaan Belanda atas Indonesia dan berdirilah Negara Republik Indonesia Serikat. Sehari sehabis ratifikasi kedaulatan, ibu kota negara pindah dari Yogyakarta ke Jakarta. Kemudian dilangsungkan upacara penurunan bendera Belanda dan dilanjutkan dengan pengibaran bendera Indonesia.



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

STATISTIK PENGUNJUNG

BANNER BOARD

Flag Counter

Follow Me

SUPPORTED BY

SafelinkU | Shorten your link and earn money
ClickSense | Make Money Taking Surveys‎
Adf.ly | Earn money for each visitor to your shortened links
Subcribe Me | Subcribe My Youtube Channel
Payoneer | International Online Payments: Quick, Secure & Low Cost
MSD |Masduqi Studio Developer

Blog Archive